kasus kredit fiktif yang melibatkan 3 pegawai Bank
Syariah Mandiri (Kepala Cabang BSM Bogor M. Agustinus Masrie, Kepala Cabang
Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hermawan, Accounting Officer BSM cabang pembantu
Bogor John Lopulisa) dan 1 orang debitur (Iyan Permana). Catatan untuk
jabatan tersangka John Lopulisa mungkin lebih tepat jika disebut account afficer
bukan accounting officer. Total kredit yang dicairkan adalah sebesar Rp102
Milyar dengan kerugian mencapai Rp52 Milyar (beberapa media menyebutkan Rp59
Milyar). Modusnya adalah melakukan pencairan kredit fiktif dengan menggunakan
nama 197 debitur di mana 113 debitur adalah fiktif. Pencairan kredit tersebut
telah dimulai sejak tahun 2011.
Lebih menarik lagi ketika membuka corporate website
BSM dan menemukan press release yang menyatakan bahwa laporan keuangan BSM
memperoleh Annual Report Award kategori perusahaan swasta (private), keuangan
(finance) dan tertutup (non-listed) selama 4 tahun berturut-turut dari
2009-2012. Penghargaan bergengsi itu merupakan kerja samaOtoritas Jasa Keuangan
(OJK), Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, Direktorat Jendral Pajak,
Indonesia Stock Exchange, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG). Berita dapat dilihat di link ini
(http://www.syariahmandiri.co.id/2013/10/bsm-kembali-raih-annual-report-award/).penulis
juga telah mendownload laporan keuangan BSM tahun 2012, laporan auditor
independen menyatakan laporan keuangan mendapat opini wajar tanpa pengecualian
(WTP). Ini tentu menunjukkan kepada kita bahwa opini yang bagus dari auditor
independen tidak serta merta bebas fraud/kecurangan.
Sebelum penulis menyampaikan analisa, penulis akan
mengumpulkan beberapa potongan berita dari berbagai media untuk menyusun
predikasi (What, When, Who, Where, Why, How, How much) yang telah penulis
tuliskan di paragraf 1 antara lain :
ANALISIS :
1. Pada 2012, tim audit internal BSM menemukan
pelanggaran tindak pidana perbankan yang dilakukan pegawainya. Hasil audit
internal ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri pada September 2012. “Untuk
memproses, BSM melapor ke Mabes Polri September 2012. Dengan pelaporan ini BSM
menyerahkan penanganan pada proses hukum” ujar Corporate Secretary BSM, Taufik
Markus di Wisma Mandiri, Jl. MH. Thamrin,Jakpus. (detik.com tanggal 24/10/2013)
2. Bambang Sulistyo (kuasa hukum BSM) menjelaskan
bahwa BSM memiliki direktorat kepatuhan yang selalu memantau penyaluran kredit
di setiap cabang. Jika ada hal yang mencurigakan, maka tim audit khusus akan
bekerja. “Dengan adanya ini menunjukkan BSM punya sistem internal kontrol yang
bagus”, ungkapnya. (detik.com tanggal 24/10/2013)
3. “Jumlah penyaluran Rp102 M. Kerugian masih dalam
proses penyidikan, yang belum kembali sekitar Rp50 M. Sisanya sudah kembali,
tapi itu angka Rp50 M masih proses, bukan kerugian yang pasti”, jelas Bambang.
(detik.com 24/10/2013)
4. Dari 197 pengajuan kredit, 113 di antaranya fiktif.
Akibat kredit fiktif itu, BSM sudah menggelontorkan dana sebesar Rp102 Miliar,
namun Rp50 Miliar diantaranya sudah dikembalikan ke BSM. “Sehingga total
kerugian saat ini sekitar Rp52 Milyar”, pungkas Arif Sulistyo Direktur Tindak
Pidana Ekonomi Khusus Polri. (detik.com tanggal 25/10/2013)
5. Pengajuan kredit ini sudah dimulai sejak Juli 2012.
Akibat kredit fiktif ini, BSM Bogor menggelontorkan dana Rp102 Miliar. Baru
Rp50 Miliar dana yang dikembalikan pada pihak BSM. (detik.com tanggal
25/10/2013)
6. Keempat tersangka adalah Kepala Cabang BSM Bogor M.
Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hermawan,
Accounting Officer BSM cabang pembantu Bogor John Lopulisa, dan seorang
debitur, Iyan Permana. (kompas.com tanggal 25/10/2013)
7. Penyidik, kata Arief, menduga telah terjadi
persengkongkolan antara Iyan dengan tiga pegawai BSM cabang Bogor. Pasalnya,
ada dugaan pemberian kompensasi kepada pegawai perbankan. Ada pun bentuk
kompensasi itu, kata Arief, berbentuk uang dan mobil.(kompas.com tanggal
25/10/2013)
8. Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas.com,
proses pengajuan dan pencairan kredit tersebut terjadi antara Juli 2011 - Mei
2012 dengan plafon kredit antara Rp 100 juta - Rp 200 juta. Pencairan kredit
tersebut diajukan untuk pembiayaan perumahan. Rupanya, kata Arief, proses
pencairan kredit itu tidak melewati mekanisme perbankan yang
semestinya.(kompas.com tanggal 25/10/2013)
9.Rupanya, kata Arief, proses pencairan kredit itu
tidak melewati mekanisme perbankan yang semestinya. Pihak perbankan, yang
seharusnya melakukan cross-check terhadap data yang diberikan debitor,
meniadakan hal tersebut.(kompas.com tanggal 25/10/2013)
10. “Dia yang ngajukan kredit pembiayaan akad
mudharabah untuk pembiayaan bangun rumah,” ucap Direktur Tindak Pidana Ekonomi
dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto di Mabes Polri,
Jakarta Selatan, Jumat 25/10/2013. (tribunnews.com)
Kasus fraud berupa kredit fiktif yang dilakukan 3
pegawai BSM sudah ditindaklanjuti oleh pihak Kepolisian telah diungkap.
Pertanyaannya adalah apakah masalah sudah selesai?Menurut saya belum, masih ada
kemungkinan bahwa kasus ini mengarah pada kasus Accounting Fraud/kecurangan
pelaporan akuntansi BSM tahun 2012. Mengapa? Pada potongan berita nomor 2 di
atas, kuasa hukum BSM menyatakan BSM memiliki direktorat kepatuhan dan internal
control yang bagus. Namun timbul beberapa pertanyaan saya antara lain :
1. Apakah kasus ini telah dikomunikasikan dengan
auditor eksternal yang melakukan audit tahun 2012?
2. Jika sudah, apakah sudah ada adjustment
biaya penyisihan piutang terkait kasus tersebut?
3. Apakah jika tidak ada adjustment biaya penyisihan
piutang berarti laba di laporan keuangan tersebut overstated?
4. Apa motivasinya?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas mari kita
analisa bersama.
1. Jawaban pertanyaan pertama ini adalah yang paling
fundamental untuk membangun hipotesis terjadinya accounting fraud.
Potongan berita yang disajikan di atas menunjukkan bahwa tim internal audit
telah menemukan adanya kasus fraud berupa kredit fiktif pada September 2012.
Seharusnya tim internal auditor memberikan informasi terkait kasus ini kepada
tim eksternal auditor yang melakukan audit atas laporan keuangan 2012. Hal ini
sesuai dengan yang diatur di ISA 610 (Revised) yang menyatakan :
“ISA 315 (Revised) addresses how the knowledge and
experience of the internal audit function can inform the external auditor’s
understanding of the entity and its environment and identification and
assessment of risks of material misstatement. ISA 315 (Revised) also explains
how effective communication between the internal and external auditors also
creates an environment in which the external auditor can be informed of
significant matters that may affect the external auditor’s work.”
Apakah ini berarti tim auditor internal menyembunyikan
informasi? Belum tentu! Untuk menjawab pertanyaan pertama ini juga saya
mempertimbangkan untuk menggunakan salah satu aksioma yang digunakan Association
of Certified Fraud Examiner (ACFE) yaitu “reverse proof” (pembuktian
terbalik) yang artinya kita harus menguji apakah tindakan fraud telah dilakukan
atau tidak dilakukan. Argumentasi yang memungkinkan bahwa auditor internal
tidak menyembunyikan informasi adalah bahwa auditor eksternal mempertimbangkan
internal audit yang dilakukan tidak relevan. Seperti yang dituangkan dalam ISA
315 di bawah ini :
“If the entity has an internal audit function, the
auditor shall obtain an understanding of the following in order to determine
whether the internal audit function is likely to be relevant to the audit:
(a) The nature of the internal audit function’s responsibilities and how the
internal audit function fits in the entity’s organizational structure; and
(b) The activities performed, or to be performed, by the internal audit
function.(Ref: Para. A101–A103)”
2. Jika auditor internal telah menyampaikan kasus
kredit fiktif tersebut ke auditor eksternal maka seharusnya auditor eksternal
melakukan jurnal koreksi untuk kredit fiktif (pembiayaan mudharabah) tersebut.
Caranya dengan membebankan penyisihan kerugian aset produktif pembiayaan
mudhrabah sebesar Rp50 Milyar atau senilai kerugian yang ditanggung BSM
(walaupun saya pribadi dengan prinsip konservatisme akuntansi lebih memilih
untuk membebankan sebesar Rp102 Milyar). Faktanya ketika kita membaca laporan
keuangan BSM tahun 2012 beban penyisihan kerugian pembiayaan mudharabah adalah
sebesar Rp31.900.238.975,00. Masih belum mencukupi untuk meng-cover nilai
kerugian yang sebesar Rp50 Milyar. Namun, perlu dipastikan juga apakah benar
kredit yang dilakukan melalui pembiayaan mudharabah. Jika melalui akun lain
maka bisa jadi analisa ini gugur. Misalnya melalui akun piutang dimana
penyisihannya adalah sebesar Rp226.151.228.835,00. Maka bisa jadi angka Rp50
Milyar itu termasuk di dalam akun penyisihan kerugian piutang.
3. Jika auditor tidak melakukan pembebanan biaya
penyisihan kerugian pembiayaan mudharabah tersebut maka jelas laba di laporan
keuangan overstated.
4. Dalam dunia fraud examiner dikenal istilah triangle
of fraud yaitu pressure/motives, opportunity dan rationalization.
Maka penting untuk kita tahu apa motivasi yang mungkin? Alasan pajak kita
kesampingkan karena laba yang tinggi berarti tinggi juga pajaknya. Motivasi
yang mungkin adalah untuk mengejar angka laba yang telah ditargetkan dan bonus
dari laba tersebut. Memungkinkan juga untuk menaikkan laba bank Mandiri karena
BSM merupakan anak perusahaan bank Mandiri. Sehingga laba bank Mandiri secara
konsolidasi akan meningkat pula.
Setelah kita panjang lebar melakukan analisa
kemungkinan terjadinya accounting fraud lantas pertanyaan selanjutnya adalah
apa konsekuesinya? UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 69
ayat 3 menyatakan “Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak
benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara
tanggung renteng bertanggung jawab
terhadap pihak yang dirugikan”. Itu konsekuensi yang mungkin akan diterima
direksi dan komisaris. Selain itu memungkinkan konsekuensi lain seperti
menurunnya kepercayaan kreditur kepada BSM dan konsekuensi lainnya.
Sebagai penutup, seperti biasa tulisan ini merupakan
analisa/opini pribadi atas kasus kredit fiktif BSM. Tulisan ini sekedar
hipotesis yang datanya kurang lengkap karena hanya berdasarkan informasi yang
di expose ke publik. Tidak diperkenankan untuk melakukan tuduhan dengan
menggunakan tulisan ini jika Anda bukan Aparat Penegak Hukum (APH). Tidak
diperkenankan juga untuk Anda untuk menyimpulkan bahwa Accounting Fraud
telah terjadi jika Anda bukan hakim yang telah melalui persidangan terkait
masalah ini (Aksioma ACFE nomor 3, “Fraud Existence yang artinya hanya
pengadilan yang menentukan bahwa fraud telah terjadi atau tidak
terjadi).