Jumat, 28 Maret 2014

GIFT


Aku menginjakan kaki di rumah tua di china yang sudah lama kutinggalkan, rumah yang dulu aku dan almarhum ayahku tempati beberapa tahun lalu. Rumah ini masih belum berubah pada pandangan pertama, kusapu seisi ruangan untuk pertama kalinya setelah sekian lama aku pergi untuk mengejar impianku menjadi orang berada. Kutaruh barang-barang yang menyesaki isi tasku di lantai dan saat itu bingkai foto ayahku terjatuh, kutatap foto ayahku yang berlatar-belakang hitam-putih itu sebelum kembali mengambilnya, saat itu terbesit kenangan - kenangan saat bersama beliau di masa kecilku bersamanya. *** "Aku tidak menyukai Ayahku, dia seorang yang miskin dan tidak sukses," ucapku dalam hati saat mengikuti Ayahku dari belakang mengumpulkan koran bekas dari rumah ke rumah, pintu ke pintu, saat itu aku masih berumur 10 tahun, cukup umur untuk mengetahui dan berpikir bahwa keluarga kami miskin, Ayahku selalu bekerja keras, ia tak hanya mengumpulkan uang dari mengumpulkan koran bekas, ia juga sering mendapat kerjaan sampingan membagikan flyer - flyer ke orang - orang di sekolahku, membantu orang untuk memindahkan barang, dan pekerjaan lainnya, seperti berdandan seperti badut dan bercermin memainkan hal - hal lucu di kamarnya, aku sering mengintip lewat celah pintunya yang tak dapat tertutup rapat, dan itu membuat diriku tertawa. Walaupun ia bekerja lebih keras dari semua ayah teman - temanku. Aku tidak berpikir bahwa ia adalah orang yang cerdas. Suatu hari saat aku berumur 12 tahun, aku memasuki dapur untuk mengambil minum. Aku melihat Ayahku sedang menuliskan sesuatu di sebuah kertas kecil bertuliskan 'suatu hari nanti kamu akan menjadi orang yang hebat'. Aku sangat senang melihat ia akhirnya menyemangatiku walaupun melalui sebuah note kecil namun ia berkata, "Hey... itu bukan untuk dirimu." Lalu mengambil kertas itu dari tanganku, saat itu aku sangat kecewa sampai keinginan untuk menegak air putih pun hilang tak berbekas, kutaruh gelas kaca itu dengan sedikit kasar di samping Ayahku dan ia hanya dapat melihatku membalikkan badan dan pergi menjauh darinya. Esok paginya aku mendapati Ayahku sedang tertidur di sebuah sofa rusak dan di dadanya terdapat sebuah buku berjudul 'have FAITH & HOPE', aku berpikir buku itu tidak akan mengubah apapun dalam kehidupan kami, aku benci melihatnya berusaha mati - matian namun tetap hidup dalam kemiskinan, jadi kuambil buku itu dan kulemparkan dengan pelan ke arah mukanya yang membuatku sedikit jengkel mengingat kejadian kemarin sore. "Kita terlambat untuk sekolah." "Oh... oh ya... sekolah... maaf, aku akan bergegas." Hari itu tak lebih indah dari kemarin, haripun berlalu dengan sangat cepat dan jam sudah menunjukan pukul 20.30, aku sedang belajar di meja bersama dengan Ayahku yang sedang menghitung pendapatannya pagi itu. "Ini untuk uang jajanmu," ucapnya memberikan beberapa lembar yuan. "Dan ini sedikit uang lebih untukmu." Ia membungkuk selama satu detik dan mengeluarkan sebuah toples 'pajak' yang setiap malam selalu kami isi dari sebagian yang kami punya masing - masing. "Nah, sekarang masukan uang pajakmu." Aku menatapnya dengan mata sedih, ia seperti tidak memperdulikan tatapanku ia mengambil beberapa lembar yuan dari tanganku dengan paksa dan memasukannya kedalam toples itu sambil berkata. "Ini uang darimu," selesainya lalu mengambil beberapa lembar dari sisa uangnya. "Dan ini uang dariku," ucapnya tersenyum kepadaku. "Kenapa kita tidak kaya raya?" Kata - kata itu terselip keluar dari mulutku tanpa aku sadari, itu membuatku tak berani menatapnya. "Kata siapa kita tidak kaya raya?" ucapnya dengan nada serius. "Dengar, kaya raya bukanlah ditentukan dari seberapa banyak yang kita miliki----ia mengangkat dan memperlihatkan telapak dan punggung tangannya ke arahku----, namun dari seberapa banyak kita dapat memberikan." Sambil mengulurkan tangannya untuk mengambil sebuah sen dari belakang kupingku dan menaruhnya di telapak tanganku. Aku tersenyum kagum dengan trik sulapnya, namun ia belum selesai dan mengambil paksa koin itu sambil berkata dan memasukkannya ke dalam toples. "Dan terkadang saat kita memberikan sesuatu ke orang lain, kamu akan merasa lebih bahagia." Kata - kata itu terngiang di tidurku. Keesokan paginya, aku pergi ke sekolah sendiri menaiki bus sambil belajar di sebuah lembar kertas. Saat itu aku putuskan untuk menjadi orang sukses dan menjadi orang kaya, aku ingin menjadi lebih baik dari Ayahku. *** Aku kini melewati lemari di ruang tengah, lemari itu berisi semua prestasi - prestasi yang aku dapatkan ketika sekolah dulu. *** Aku sudah berada di SMA, siap untuk meninggalkan rumah dan sudah memunggungi tas besar, Ayahku tersenyum lebar ketika aku ingin pergi meninggalkannya, ia memberikan sebuah kertas dan sebuah amplop tebal kepadaku sambil berkata. "Ambilah ini, kalau kamu membutuhkan uang, datanglah kepadaku," ucapnya tersenyum lebar. Aku merespon dengan mengembalikan amplop itu kepadanya, aku tahu bahwa itu mengecewakan dirinya, namun aku tetap pergi membelakangi dirinya untuk melanjutkan studi di luar kota. Beberapa tahun kini sudah terlewati, aku kini sudah lulus kuliah dan bahkan mendapat rekomendasi bekerja dari tempatku berkuliah, cita - citaku menjadi orang kaya sebentar lagi terwujud. Selama SMA dan kuliah dan yang sekarang ini bekerja sebagai staff di sebuah perusahaan besar, aku masih bisa untuk mengunjungi ayahku satu tahun sekali untuk reuni makan malam. Seperti biasanya ayahku masih hidup dalam ketekunannya dan masih tinggal di rumah tua itu, tak lama aku menjadi staff dan diangkat menjadi manager di perusahaan tempat aku bekerja, sibuk terus melanda jam-ku dari matahari pagi hingga bulan yang menemani. "Lim, anakku. Bisakah kau datang untuk reunian kita malam ini?" ucap orang tua itu melalui telepon genggam yang kuberikan kepadanya. "Yaah... Uuhhmm... Maaf, aku ... Aku sibuk sekarang ini, yah pekerjaan baru." Kataku tak berhentinya mengetik kerjaanku saat itu, Ayahku ingin mengucapkan sesuatu saat itu namun aku langsung memutuskan teleponnya untuk melanjutkan tugas dari kantorku. Setelah beberapa bulan berlalu, aku mendengar bahwa Ayahku meninggal dunia, saat itu aku putuskan untuk kembali ke rumah tua itu sejenak dan mendatangi makam Ayahku. Aku menginjakan kaki di rumah tua yang sudah lama kutinggalkan itu, rumah yang dulu aku dan almarhum ayahku tempati beberapa tahun lalu. Aku kini melewati lemari di ruang tengah, lemari itu berisi semua prestasi - prestasi yang aku dapatkan ketika sekolah dulu. Terlihat berbagai prestasi dari mulai murid teladan hingga juara kelas yang selalu kusandang. Setelah melewati ruang tengah, aku putuskan untuk mengintip kamar ayahku, kamar itu lumayan rapih namun tetap terlihat berantakan. Sebuah koper di bawah kasur tempat kami menaruh toples 'pajak' membuat diriku ingin membuka dan melihat isi dari koper tersebut. Setelah kubuka, isi koper itu hanya ada sebuah toples berisikan uang koin dan beberapa surat dari panti asuhan, surat - surat itu ada banyak dan semuanya berisikan tentang donasi yang telah diberikan oleh yang ternama bapak Lim, nama keluargaku yang tertera di dalam surat itu. Dengan penasaran aku telpon panti itu dengan ponselku untuk mengadakan janji untuk bertemu. Singkat cerita aku kumpulkan semua surat itu dan membawanya ke panti itu dengan mobil pribadiku. Saat itu aku memasuki panti itu dengan perasaan aneh dan penasaran, kuketuk pintu asrama itu dengan pasti. Seorang wanita muda pintu dan menyambutku, "Tuan Lim?" ucapnya dengan senyuman lebar. "Ya, saya Lim." "Tolong ikuti saya, ada yang ingin sekali bertemu dengan anda, Tuan." Tanpa jawaban aku mengikutinya dari belakang menuju sebuah ruangan kantor tempat kepala panti itu. Setelah ia membukakan pintu dan menyuruhku masuk, aku disambut oleh seorang muda yang seumuran dengan ku. "Tuan Lim, senang sekali dapat bertemu dengan anda, ayah anda dulu sering datang ke sini menceritakan tentang dirimu dan membuat kami melupakan semua masalah kami," ucapnya sambil menyalami dan melengkungkan senyuman yang menunjukan kejujurannya melihatku di sini. "Ah, jadi saya melihat surat - surat ini ditunjukan kepada keluarga saya, saya pikir anda salah." "Itu ayah anda, dia tak pernah bercerita apapun kepadamu yah? Oh iya, aku teringat bahwa dulu ada seorang anak yang sangat depresi, ia tidak pernah tersenyum ataupun memiliki seorang teman, dia memiliki kaki yang lumpuh, oleh sebab itu ia selalu menyendiri. Ayahmu setiap hari mengunjunginya dan setiap hari menghiburnya di dalam kostum badutnya, sampai akhirnya anak itu bisa bermain bersama dan tertawa lebar." Selesai orang muda itu. Pintu kembali terbuka, dan wanita yang mengantarku itu kini sudah membawa sebuah piagam bertuliskan. "Penghargaan diberikan kepada Bapak Lim keluarganya untuk kontribusinya dalam donasi yang telah diberikan." "Ini penghargaan untuk anda tuan Lim, saya sudah lama mencoba untuk menghubungi anda." "Tapi ada nama saya di situ, saya tidak pernah menyumbang untuk kalian," balasku cepat namun tetap mengambil piagam itu dari tangan ibu itu. "Itu ayah anda Tuan, dia tak ingin anda mengetahuinya, sayang sekali dia juga sangat tertutup mengenai penyakitnya. Padahal dia bisa saja pensiun dari kerjaannya dan beristiragat, namun ia tak pernah berhenti membantu sekitarnya." Aku tersadar saat itu, seperti ada bagian dalam diriku oyang tertampar oleh perilaku-ku terhadapnya dulu. Aku kini kembali mengingat saat toples pajak yang kukumpulkan ternyata untuk membantu anak yatim-piatu. Aku berpamitan kepada kedua orang pengurus yatim-piatu itu, kukendarai mobil yang kubawa menuju rumahku. Dengan cepat kubuka pintu rumah dan kubenarkan posisi foto almarhum ayahku, tak terasa kini air mata mulai mengalir menuruni pipiku ,aku bungkukkan badanku 90" untuk menghormati almarhum yang sudah kembali ke sisiNya yang maha kuasa. Lalu mulai saat itu aku terinspirasi oleh ayahku, dan kuputuskan untuk menghormati dirinya aku akan terus melanjutkan perbuatannya. Aku kini berada di panti asuhan itu lagi, namun kali ini aku mengenakan pakaian badut yang dulu ayahku pakai. Aku kini melihat kebahagiaan yang ayahku rasakan, kaya bukanlah seberapa banyak yang kita punya, namun seberapa banyak yang kita beri. *** Aku mendengar suara kegaduhan dari dalam kantorku, dengan cepat kudorong kursi rodaku menuju halaman depan, apa yang kulihat sangat mengejutkan ku. Seorang yang kini terlihat sangat familiar dengan baju badutnya sedang menunjukan trik sulap yang bapak Lim ajarkan kepadaku dulu kepada seorang gadis kecil berambut pirang di kursi rodanya, seluruh anak terlihat sangat menyukainya. Semua ini sama ketika bapak Lim mengenakan baju badutnya. Kudorong kembali kursi rodaku menuju kantorku yang tidak terlalu jauh, saat memasuki pintu mataku langsung tertuju pada rak buku yang berada di belakang pintu, tanganku menarik sebuah buku berjudul 'have FAITH & HOPE', senyumku tersungging melihat cover buku itu dan semakin melenar ketika kubuka buku itu dan kutemukan sebuah kertas yang bertuliskan 'suatu hari nanti kamu akan menjadi orang yang hebat'.

Senin, 10 Maret 2014

TUGAS MATERI SOFTSKILL TUGAS BULAN 1

 


Exercise 21 conditional setences hal. 97-98
1.     Understood
2.    They would not have been
3.    Will give
4.    Would had
5.    Had
6.    Stopped
7.    Needed
8.    Have found
9.    Enjoyed
10. Painting
11.  Were
12. We had been
13. Can write
14. Could have permitted
15. Were spending
16. Will accept
17. Have buy
18. Had decide
19. Would have written
20.Would have leak
21. Had study
22.Has hear
23.Have seen
24.Gets
25.Were turn
26.Has been
27.Would have called
28.Would have talked
29.Had explained
30.Were speak

2) Adv, adj, comparison degree
Hal : 106-107
Exercise 26 : adjectives and adverbs
1.     Well
2.    Intense
3.    Brightly
4.    Fluent
5.    Fluenty
6.    Smooth
7.    Accurately
8.    Bitter
9.    Soon
10. Fast



Hal : 109
Exercise 27 : linking ( copulative) verbs
1.     Terrible
2.    Well
3.    Good
4.    Calmly
5.    Sick
6.    Quick
7.    Diligently
8.    Vehemently
9.    Relaxed
10. Noisy
Exercise 28 comparisons Hal. 114
1.     As soons
2.    More important
3.    As well
4.    More expensive
5.    As hot
6.    More talented
7.    More colorful
8.    Happier
9.    Worse
10. Faster
Exercise 29 comparisons Hal. 114
1)    Than
2)   Than
3)   From
4)   Than
5)   As
6)   Than
7)   As
8)   Than
9)   Than
10) From

Exercise 30 comparisons Hal. 117
1)    Better
2)   Happiest
3)   Faster
4)   Creamiest
5)   More colorful
6)   Better
7)   Good
8)   Awkwarder
9)   Least
10) prettiest